Bambang dalam paparan kinerja di Jakarta, Selasa, menuturkan, saat ini produk subsidi yang langsung berbentuk barang dan masih digunakan secara luas adalah bahan bakar minyak (BBM) solar dan elpiji.
Sementara subsidi lainnya sudah diubah sistemnya menjadi bantuan sosial seperti beras sejahtera (sebelumnya beras miskin/raskin).
"Pemerintah sedang menggodok supaya elpiji ini juga menjadi subsidi langsung (yang diterima kalangan miskin agar tepat sasaran) seperti beras miskin. Jadi masyarakat yang berhak menerima (subsidi) hanya boleh (menggunakannya) untuk dibelikan elpiji. Tapi hal itu masih butuh waktu," katanya.
Salah satu upaya yang kini terus dilakukan adalah dengan pendekatan persuasif menyadarkan kalangan bahwa elpiji 3 kg hanya diperuntukkan bagi kalangan miskin.
Upaya lainnya yang tengah dilakukan juga adalah mendorong pemerintah daerah menggalakkan arahan agar aparat sipil negara (ASN) tidak lagi menggunakan gas subsidi 3 kg.
"Jadi sifatnya persuasif, menyadarkan. Itu haknya orang miskin. Kalau dimakan berarti zholim. Kalau zholim berarti tidak berkah," katanya.
Bambang menjelaskan, berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), hanya 25,2 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi elpiji 3 kg.
"Sementara data penerima ada 59 juta rumah tangga. Jadi kami harus memotong para pembeli elpiji 3 kg jadi separuhnya. Ini akan sulit dilakukan dengan sistem apapun," katanya.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan salah satu solusi masalah tersebut adalah menciptakan produk baru yang setara baik harga eceran maupun ukuran guna menanggulangi praktik oplosan.
Oleh karena itu, Pertamina berencana untuk memproduksi varian "bright gas" berukuran 3 kilogram untuk mengakomodasi pengguna gas nonsubsidi saat distribusi elpiji tertutup nanti sukses dilakukan pemerintah. Perseroan sebelumnya telah meluncurkan "bright gas" berukuran 5,5 kg guna mengalihkan pengguna gas elpiji subsidi 3 kg.
"Kami mau keluarkan itu (bright gas 3 kg) kalau harga tabung elpiji 3 kg sudah subsidi langsung, jadi bedanya tidak banyak," katanya.
Misalnya, ketika harga pokok elpiji subsidi 3 kg sebesar Rp25 ribu, maka "bright gas" 3 kg nantinya akan dibanderol sekitar Rp28 ribu sehingga mencegah praktik oplos.
"Harga pokok itu Pertamina tidak untung tidak apa-apa, masyarakat juga tidak berat karena sudah diberi uang (subsidi langsung)," katanya.
Sementara itu, kebijakan distribusi tertutup elpiji rencananya akan mulai dilakukan di sejumlah kawasan seperti Bali, Tarakan atau Madura sebelum diimplementasikan secara nasional.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar