"Nilai tukar rupiah bergerak kembali di area negatif terhadap dolar AS di pasar valas domestik pascarilis data perekonomian Amerika Serikat yang menunjukkan perbaikan," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan bahwa penguatan dolar AS juga makin meninggi setelah notulensi pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengindikasikan peningkatan suku bunga acuan Amerika Serikat pada bulan Desember 2016.
"The Fed menyatakan optimismenya untuk menaikkan suku bunga menjelang akhir tahun ini sebagai perwujudan rencana sebelumnya, dan antisipasi akan potensi meningkatnya inflasi AS setelah kebijakan fiskal Donald Trump diterapkan di awal tahun 2017," katanya.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk. Rully Nova mengatakan bahwa selain faktor eksternal, sentimen politik di dalam negeri yang relatif kurang kondusif turut memengaruhi fluktuasi mata uang domestik.
Sebagian pelaku pasar, menurut dia, merasa khawatir situasi itu memengaruhi perekonomian nasional ke depannya sehingga untuk saat ini pelaku pasar cenderung mengalihkan sebagian asetnya ke mata uang "safe haven".
"Di tengah kondisi itu, permintaan dolar AS di pasar valas meningkat sehingga mengalami apresiasi," katanya.
Kendati demikian, lanjut dia, Bank Indonesia diperkirakan masih berada di pasar untuk menjaga fluktuasi rupiah sehingga tidak tertekan lebih dalam terhadap dolar AS.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Kamis mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.540 dibandingkan Rabu (23/11) Rp13.473.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar