"Rencananya 2017 ini menjadi prioritas, sebab kita sudah membahas sebagian. Tahapannya sudah maju, tinggal penyelesaian DIM (daftar inventarisasi masalah) dan kita bahas substansinya," kata Askolani saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, revisi UU PNBP merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan optimalisasi penerimaan negara terutama dari sektor non-pajak yang selama ini potensinya cukup besar, meski realisasinya belum maksimal.
"Harapan kami 2017 bisa selesai, dan hasilnya PNBP bisa optimal kedepan, lebih akuntabel dan sejalan dengan mekanisme perencanaan APBN. Jadi kapan harus diusulkan oleh KL (kementerian lembaga), kapan masuk APBN, kita betulkan itu mekanismenya di revisi," ujarnya.
Salah satu poin revisi tersebut, menurut Askolani, adalah mewajibkan kementerian lembaga untuk melakukan update secara berkala setiap dua tahun mengenai basis penghitungan untuk pengenaan tarif PNBP.
"Selama ini kalau KL mau revisi PP PNBP kadang-kadang sampai lima sampai tujuh tahun. Itu nanti kita kasih timetable minimal dalam dua tahun ini di-refresh tarifnya, sebab itu banyak yang sudah tidak sesuai dengan kondisi aktual," ujar Askolani.
Selain itu, poin lainnya mengenai proses perencanaan PNBP yang disesuaikan dengan mekanisme penyusunan di APBN serta pembagian manajemen yang jelas antara otoritas fiskal dengan kementerian lembaga terkait untuk masalah pertanggungjawaban.
"Kita harapkan tarifnya juga disesuaikan dengan kebutuhan agar lebih optimal. Kalau untuk pelayanan, dimungkinkan diberikan insentif, sehingga tarif bisa lebih rendah. Tapi kalau untuk ekonomi, harapannya tarif itu bisa bermanfaat untuk negara," katanya.
Kementerian Keuangan mencatat, dalam satu dekade ini, kontribusi PNBP rata-rata mencapai 29 persen dari total pendapatan negara dan menjadi salah satu pilar penerimaan bersama dengan penerimaan pajak.
Realisasi PBNP tahun 2014 berdasarkan hasil audit BPK mencapai Rp398,4 triliun atau meningkat tiga kali lipat dibandingkan pencapaian pada 2005 yang pada waktu itu tercatat sebesar Rp146,9 triliun.
Namun, realisasi pada 2015 mengalami penurunan yang signifikan karena adanya penurunan harga komoditas terutama minyak dan gas bumi serta mineral dan batubara yaitu hanya Rp253,7 triliun.
Laporan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2015 menyatakan masih banyak PNBP yang terlambat maupun belum disetorkan ke kas negara, kurang atau belum dipungut, digunakan diluar mekanisme APBN dan dipungut melebih tarif yang ditentukan dalam PP.
Sementara itu, pemerintah dalam APBN 2017 menargetkan pendapatan dari sektor PNBP sebesar Rp250 triliun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih tahun depan.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar