"Kita ingin membuat pembangunan ekonomi yang betul-betul dapat mengatasi kemiskinan dan kesenjangan dengan belanja APBN yang ditujukan untuk pemenuhan jasa yang sifatnya dasar yakni pendidikan, kesehatan, air minum, dan sanitasi," kata Sri pada acara "Supermentor16: End Poverty" di Jakarta, Senin malam.
Meskipun pemerintah telah menambah anggaran pendidikan menjadi sekitar Rp400 triliun dan anggaran kesehatan Rp100 triliun pada 2016, namun belum bisa menjawab tantangan kemiskinan di mana tercatat 50 ribu kelas rusak berat dan 30 persen anak mengalami kurang gizi.
Karena itu, desain pembangunan perlu dirancang dengan pemikiran yang sungguh-sungguh disertasi komitmen jangka panjang.
Indonesia harus belajar dari pengalaman 2014 di mana pemberian subsidi BBM justru menghilangkan kesempatan negara untuk membangun infrastruktur, padahal subsidi itu hanya dinikmati masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, bukan masyarakat miskin yang bahkan sulit mendapat fasilitas listrik dan tempat tinggal.
"Subsidi sangat berbahaya karena membuat distorsi semakin lebar," cetus Sri.
Sejak era Presiden Joko Widodo, pemerintah mulai fokus pada pembangunan infrastruktur dengan target alokasi anggaran RAPBN 2017 mencapai Rp346,6 atau 114,3 persen dibandingkan dengan alokasi infrastruktur rata-rata pada 2011-2014.
Sementara subsidi BBM diturunkan hingga Rp92,2 triliun dalam RAPBN 2017 atau 64,6 persen dibandingkan dengan alokasi subsidi BBM rata-rata selama tiga tahun anggaran yang sama.
Sri mengakui, membuat kebijakan publik untuk mengentaskan 28,6 juta penduduk miskin dan 62 juta penduduk rentan kemiskinan adalah pilihan yang penuh dengan kesulitan.
Menurut dia, setiap keputusan yang diambil Menteri Keuangan untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan betul-betul dinikmati masyarakat miskin selalu melibatkan emosi masyarakat.
"Menjadi Menteri Keuangan adalah menteri yang mengelola emosi," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Oleh karena itu, selain menjaga nurani dan integritas sebagai pejabat negara, Sri Mulyani juga meminta kontribusi masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan, salah satunya melalui pengawasan yang objektif terhadap setiap kebijakan pemerintah.
"Awasi dengan kritis, dilihat secara benar, dan berikan masukan. Masyarakat harus yakin bahwa Rp2.000 triliun uang negara (APBN) dibelanjakan dengan baik, benar, dan penuh amanah," tutur dia dalam seminar yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar