"Dolar AS melemah seiring dengan aksi jual pelaku pasar yang merespons negatif atas sikap dovish pejabat The Fed menjadi faktor yang menopang mata uang rupiah," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra.
Ia mengemukakan bahwa pejabat The Federal Reserve dari negara bagian Dallas menyatakan kenaikan suku bunga akan merugikan ekonomi Amerika Serikat sementara Ketua The Fed Minneapolis menyebutkan kenaikan suku bunga harus dilakukan secara hati-hati sekali.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan pernyataan The Fed bahwa laju inflasi Amerika Serikat yang masih tertahan juga turut membuat aset-aset berdenominasi dolar AS menjadi kurang menarik untuk diakumulasi.
"Inflasi AS yang tertahan akan membuat The Fed semakin ragu menaikkan suku bunganya. Di sisi lain, permintaan atas mata uang hard currency yang bersifat safe haven selain dolar AS turut berimbas cukup negatif pada dolar AS dan berdampak positif pada rupiah," katanya.
Di sisi lain, Ariston menambahkan, harga minyak dunia yang stabil turut menopang nilai mata uang berbasis komoditas seperti rupiah. Harga minyak jenis WTI Crude berada di level 49,08 dolar AS per barel, dan Brent Crude di posisi 54,11 dolar AS per barel.
"Selain faktor kenaikan harga minyak, situasi geopolitik Korea yang masih panas juga turut memicu aksi jual dolar AS," katanya.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar