"Kalau idealnya masih bisa turun karena kita di Asia Tenggara (bunganya) masih relatif tinggi," ujar Direktur Utama BRI Suprajarto di Jakarta, Rabu malam.
Suprajarto mengatakan rata-rata suku bunga kredit BRI sudah menurun sejak penurunan suku bunga acuan BI sebanyak tujuh kali sejak awal 2016 atau secara akumulasi 1,75 persen menjadi saat ini di 4,25 persen.
"Mungkin Desember 2017 kita akan turunin lagi. Jadi kalau besok BI menurunkan lagi, kami Januari 2018 bisa turun lagi bunganya," ujar dia.
Adapun di tahun ini, BI sudah dua kali secara beruntun memangkas "7-Day Reverse Repo Rate" pada Agustus dan September 2017 dari 4,75 persen ke 4,25 persen.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira meyakini Bank Sentral akan memilih menahan pelonggaran kebijakan suku bunga acuan karena potensi kenaikan inflasi di akhir tahun, dan eskalasi tekanan ekonomi eksternal.
"Ruang penurunan makin sempit sampai akhir tahun mengingat November dan Desember secara musiman ada tren kenaikan inflasi," kata Bhima.
Selain inflasi, Bhima menuturkan BI juga harus menimbang dampak dari kemungkinan besar kenaikan bunga acuan The Federal Reserve, Bank Sentral AS, pada Desember 2017.
Kenaikan suku bunga acuan di AS bisa menyedot likuiditas di pasar keuangan global. Apalagi Bank Sentral AS juga akan menyesuaikan neraca keuangannya di akhir tahun.
"Dan tappering off akan membuat likuiditas di negara berkembang menjadi berkurang yang berakibat ke yield (imbal hasil) surat berharga kemungkinan besar meningkat karena investor meminta keuntungan yang lebih besar," ujar dia.
Bhima juga melihat risiko geopolitik akan berpengaruh terhadap stabilitas pasar keuangan global. Risiko geopolitik bersumber dari referendum di Spanyol, ketegangan semenanjung Korea dan ketidakpastian perundingan Brexit.
BI diperkirakan hingga akhir 2017 akan menahan suku bunga acuan di 4,25 persen.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar