"Warga Eropa memiliki ekspektasi besar untuk mengkonsumsi produk yang sifatnya berkelanjutan, termasuk diantaranya permintaan atas minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari proses yang memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan," ujar Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Guerend dalam acara makan malam bersama media di Jakarta, Rabu.
Untuk mendukung upaya Indonesia mencapai 100 persen minyak kelapa sawit lestari pada 2020, Dubes Guerend telah mengirim surat kepada sejumlah anggota kabinet RI untuk menyatakan kesiapan dan kemauan UE untuk mendiskusikan berbagai perbedaan administrasi dari kedua pihak.
"Kami akan memulai tahun depan dengan berdiskusi untuk mencapai kecocokan antara harapan kami sebagai konsumen dan komitmen Indonesia sebagai produsen," tuturnya.
Isu kampanye hitam atas sawit berkembang pasca parlemen Eropa menerbitkan "Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests" yang disampaikan di Starssbourg, Prancis pada 4 April 2017.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa sawit adalah komoditas yang sangat berkaitan dengan deforestasi, korupsi, eksploitasi pekerja anak, dan penghilangan hak masyarakat adat. Tudingan ini secara tegas ditolak oleh Indonesia sebagai penghinaan yang sangat tidak relevan.
Untuk melawan tuduhan tersebut, Indonesia dituntut memberlakukan standar yang jelas untuk melindungi manusia, ekosistem dan cadangan karbon sesuai dengan Paris Agreement dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030.
"Kebijakan penggunaan lahan yang tepat dapat mencegah kerusakan lingkungan dan memperbaiki persepsi UE dan penerimaan pasar atas minyak kelapa sawit," ujar Dubes Guerend.
Di sisi lain Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita menjamin bahwa kualitas minyak kelapa sawit Indonesia adalah yang terbaik di dunia.
Pernyataan tersebut disampaikannya di hadapan para pengusaha Rusia saat menghadiri forum bisnis yang diselenggarakan KBRI Moskow, Agustus lalu.
Menurut Mendag,keberatan dari UE tentang produk kelapa sawit Indonesia yang disebut membahayakan kesehatan dan menyebabkan deforestasi akibat kerusakan lingkungan sebenarnya adalah soal persaingan perdagangan karena produk Indonesia sangat kompetitif.
"Keberatan itu sangat tidak fair, saya sudah menjelaskan ke Uni Eropa dan mereka terdiam setelah saya buktikan bahwa mereka tidak benar," kata dia.
Pemerintah Indonesia, kata Enggartiasto, sangat menjaga kualitas produk nasional agar dapat diperdagangkan secara adil pada era perdagangan bebas saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar