"Sabut kelapa sejak beberapa tahun terakhir ini diekspor ke Tiongkok, untuk dipakai dalam keperluan industri," kata Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulut Darwin Muksin di Manado, Selasa.
Oleh karena melihat permintaan akan sabut kelapa yang tinggi, maka pihaknya berharap ekspor ke Tiongkok akan makin banyak pada 2018.
"Kami akan mendorong pengekspor di Sulut agar terus memberikan produk dengan kualitas yang baik," kata dia.
Ia mengatakan tentang pasokan ke pasar internasional yang harus menjaga mutu barang sesuai dengan kontrak awal.
Tahun sebelumnya, rata-rata sabut kelapa yang diekspor ke Tiongkok setiap dua bulan sekali sebanyak 154,58 ton. Angka ekspor itu memberikan sumbangan devisa sebesar 41.308 dolar Amerika Serikat (AS).
Dari produk serat sabut kelapa akan menghasilkan aneka macam produk derivatif yang banyak manfaatnya, termasuk berupa pupuk organik bahkan dibuat jok mobil.
Bahan baku sabut kelapa yang melimpah di Sulut, namun tidak dimanfaatkan dan hanya dibiarkan begitu saja, ternyata memiliki nilai jual yang tinggi karena pemanfaatannya terus dioptimalkan.
"Dulu sabut kelapa hanya dibuang sekarang banyak perusahaan yang beli, mudah-mudahan ekspor sabut kelapa memberi kemajuan ekonomi daerah," katanya.
Sabut merupakan bagian mesokarp (selimut) kelapa, berupa serat-serat kasar. Sabut biasanya menjadi limbah yang hanya ditumpuk di bawah tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk atau kering. Pemanfaatannya paling banyak hanyalah untuk kayu bakar.
Secara tradisional, masyarakat setempat telah mengolah sabut untuk dijadikan tali dan dianyam menjadi keset, padahal sabut masih memiliki nilai ekonomis cukup baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar