Pengamat Teknologi Informasi Ruby Alamsyah, di Jakarta, Kamis, mengatakan perkembangan bisnis berbasis aplikasi online membuat iklim usaha menjadi tampak tidak lagi setara antara yang konvensional dengan berbasis online.
"Memang mau tidak mau harus beradaptasi, tapi juga level of playing field harus ditetapkan untuk segala jenis usaha semua pihak merasa bisnis yang fair," katanya.
Kendala yang berkembang saat ini di dunia IT, kata dia, ketika pebisnis berbasis aplikasi online menyatakan dirinya sebagai provider teknologi yang menyiapkan sistem teknologi.
"Beberapa alasan utama mereka melihat celah dalam sebuah bisnis, mereka bermain di celah regulasi yang ada," katanya lagi.
Jika diperhatikan, kata Ruby, umumnya mereka menggunakan aturan yang cenderung digeneralisasi misalnya membantu mempermudah masyarakat menyediakan pelayanan yang lebih terjangkau.
"Lalu saat ada komplain baru mereka menyesuaikan dengan aturan yang ada," katanya pula.
Hal itulah, menurut dia, membuat banyak pihak yang merasa regulator tidak menyediakan level of playing field yang setara.
Padahal dari berbagai keluhan pebisnis konvensional misalnya mereka yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang menganggap pebisnis berbasis aplikasi pemesanan penginapan telah melanggar sejumlah regulasi di Indonesia.
Contohnya soal perpajakan maupun UU Perumahan yang tidak memperkenankan rumah permukiman untuk dikomersialisasikan.
"Hal-hal inilah yang membuat mereka merasa bisnis tidak fair sehingga pebisnis online bisa leluasa, sementara mereka yang masih konvensional terancam dirugikan," katanya lagi.
Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani berpendapat kehadiran situs pemesanan penginapan online merugikan perhotelan.
Menurut Hariyadi, mereka banyak mengambil porsi PHRI. Selain itu, menurutnya, homestay lebih terdata, sementara pemesanan penginapan online sulit ter-record.
Untuk itu, Hariyadi mengharapkan, playing field-nya harus sama, harus bayar pajak, dan sertifikasi keamanannya harus jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar