NTP masing-masing subsektor tercatat sebesar 109,23 untuk Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P), 112,73 untuk Subsektor Hortikultura (NTP-H), 101,10 untuk Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-R), 104,49 untuk Subsektor Peternakan (NTP-T) dan 102,45 untuk Subsektor Perikanan (NTN).
"Dari 10 provinsi di Kawasan Timur Indonesia, enam provinsi yang NTP-nya berada di atas angka 100," katanya Selasa.
NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Sulawesi Barat dengan nilai sebesar 109,79 yang diikuti Gorontalo sebesar 106,46, Sulawesi Selatan 104,23, Maluku Utara 104,20, Maluku sebesar 100,93, dan Papua Barat 100,68.
Nilai Tukar Petani terendah terjadi pada Provinsi Sulawesi Utara sebesar 94,54, Papua sebesar 95,91, Sulawesi Tengah 98,68, dan Sulawesi Tenggara 99,39.
"NTP nasional sebesar 101,71 mengalami penurunan sebesar 0,30 persen dari bulan sebelumnya, yang tercatat sebesar 102,02," tambahnya.
Pada Oktober 2016, terjadi deflasi di daerah perdesaan di Provinsi Gorontalo sebesar 0,91 persen.
Deflasi terjadi karena adanya penurunan indeks harga pada kelompok konsumsi rumah tangga yaitu bahan makanan -1,84 persen, makanan jadi -0,08 persen, sandang -0,11 persen, dan transportasi dan komunikasi sebesar -0,13 persen.
Sedangkan inflasi terjadi pada kelompok perumahan 0,10 persen, kesehatan 0,47 persen, dan pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 0,38 persen.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi Gorontalo pada Oktober 2016 sebesar 118,92 atau naik sebesar 0,19 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat daya beli petani.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar